Beberapa bulan terakhir, Indonesia di kejutkan dengan beberapa bencana alam yang besar. Gempa di Lombok, Gempa dan tsunami di Palu, beberapa gempa berskala rendah hingga sedang di beberapa kepulauan Indosesia, juga beberapa informasi yang mengatakan anak krakatau sudah mulai ingin memuntahkan laharnya. Dari sekian banyak bencana ini, membuat kita kembali menyadari sebuah kenyataan lama, yaitu. Indonesia berada dalam kawasan ring of fire.
Ring of fire berasal dari bahasa inggris yang mempunyai arti Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik. Ring of fire adalah daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Daerah ini berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km. Dan, Indonesia berada di dalamnya. Bisa di katakan ini adalah alasan mengapa di Indonesia sering terjadi bencana bumi, disamping alasan-alasan lain tentunya.
Dan, bagaimana cara kita menghadapi ring of fire ini? Sejauh ini ada dua cara agar kita bisa mengantisipasi terjadinya bencana akibat ring of fire. Yang pertama adalah melalui faktor Teknologi. Teknologi sangat penting dan diperlukan dalam mengatasi bencana terutama pada saat bencana itu belum terjadi. Semakin baiknya teknologi maka semakin sedikit korban yang meninggal akibat bencana. Teknologi ini dapat diterapkan pada alat peringatan dini. Selama ini yang kita ketahui peringatan dini bencana bersumber dari sirine yang biasa ada di daerah yang rawan bencana seperti di sekitar pegunungan aktif maupun pantai-pantai rawan bencana tsunami. Teknologi juga dapat diterapkan terhadap bangunan-bangunan. Hal ini seperti yang dilakukan penduduk jepang dengan membangun rumah anti gempa.
Yang kedua adalah Pemberdayaan Masyarakat. Dalam hal ini perlunya pemberdayaan masyarakat terutama dalam hal pengetahuan umum mengenai bencana alam. Program ini dapat dilakukan mulai dari pendidikan sekolah dasar bagi anak-anak mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Selain itu untuk orang dewasa maupun orang tua dapat dilakukan dengan mengadakan sosialisasi mengenai bencana alam tentang kesiapsiagaan serta waspada akan kemungkinan terjadi bencana. Pemberdayaan masyarakat ini lebih diutamakan kepada kaum wanita, lansia dan anak-anak karena mereka adalah faktor kerentanan wilayah dari segi demografinya.
Jadi, kedua aspek tadi perlu di perhatikan agar kita bisa mewaspadai bencana alam akibat ring of fire.
Lalu, mengapa saya tiba-tiba menulis tentang ring of fire ini? Sebenarnya ini adalah sebuah analogi mengenai peran pemuda muslim di zaman sekarang. Mumpung bulan oktober dan bertepatan dengan sumpah pemuda, maka ghiroh yang dimiliki pasti masih fresh.
Sebagai pemuda muslim, kita bagaikan daerah yang di kelilingi oleh ring of fire. Lingkungan pergaulan pemuda saat ini bagaikan api. Lihat saja, bagaimana minum bir atau miras menjadi hal yang biasa di minum saat kumpul-kumpul. Bagaimana pakaian terbuka menjadi fashion yang mewah. Bagaimana seks bebas sudah dianggap lumrah.
Maka sebagai pemuda, dua faktor tadi juga penting untuk mewaspadai diri agar tidak terkena "ring of fire". Dalam aspek teknologi, kita harus bisa mengawasi diri, menciptakan ide kreatif yang dengannya kita bisa membawa umat kepada jalan kebaikan. Membuat inovasi terbaru dan konten terbaik, bukan hanya untuk memperkaya diri sendiri tanpa peduli bagaimana lingkungan masyarakat kita, tapi menjadikan teknologi tadi sebagai wasilah untuk menyelamatkan umat. Agar tidak banyak "korban yang berjatuhan" akibat "ring of fire" tadi.
Jangan sampai sebagai seorang pemuda muslim, kita terlambat menyadari adanya "ring of fire". Jangan ketika sudah banyak korban berjatuhan kita baru sadar bahwa kita berada dalam "ring of fire" hell no. Bukankah lebih baik mencegah dari pada mengobati? Maka, setelah ini, mari bersama sama untuk merubah diri, jangan menjadi pemuda muslim yang apatis.
Selamat berjuang wahai para pemuda muslim! Ciptakanlah peradaban! Berkontribusilah dalam kemaslahatan umat.
@fira.syarifahs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar