Kemarin, langit masih gelap ketika aku sedang bersiap-siap berangkat ke pernikahan adik kelas yang akan menikah dengan teman sekelasku. Sungguh pernikahan mereka memang suatu kebetulan yang indah. Aku sama sekali tidak menyangka karena benar-benar mengetahui bagaimana perjalanan mereka berdua sejak smp hingga akhirnya keduanya menjadi ustdaz dan ustadzah. Dan, mungkin tidak ada yang menyangka jika ending kisah mereka seperti ini. Pasalnya, mereka berdua bahkan dulu mungkin tidak mengenal, hanya sekedar saling tahu, dan sekarang, mereka memutuskan untuk menjadi baju dari masing-masing. Ah, Jodoh memang misteri.
Satu jam lebih empat puluh menit, hampir dua jam perlajanan, aku sampai tepat lima menit sebelum akad di ucapkan. Aku, ustadzah serta adik kelasku yang menjadi sahabatnya beriringan untuk masuk kamar pengantin tempat ia berada. Baru memasuki ruangan, ia langsung memeluk Ustadzahku erat, tak ingin di lepas. Akad yang menggunakan bahasa arab mulai terucap, Mata sahabatnya memerah, mulai meneteskan air mata, dan aku, entah merasakan keharuan yang amat sangat, seketika air mataku mengalir deras.
Pernikahan sederhana ini terasa syahdu sekali. Akhirnya mereka berdua telah sah.
Masih dengan air mata yang berlinang, aku mendengar suara abiku membacakan doa setelah menikah. Aku menatap wanita yang berusia lebih muda dariku dengan tersenyum, aku yakin dia lega dan masih merasa tak percaya bahwa ketaaannya kini telah berpindah, bukan milik ayahnya lagi.
Sepersekian menit, seorang laki-laki, teman sekelasku yang juga berstatus sah sebagai suaminya masuk ke dalam kamar dengan membawa mahar. Ia tersenyum gaguk, mungkin masih gugup. Aku dan sahabatnya memutuskan memotret mereka. Tidak ada drama seperti di instagram ketika sang perempuan mencium telapak tangan suaminya sebagai tanda bakti. Bukan karena mereka telah terbiasa bersama, tapi terlalu malu untuk melakukan hal seperti itu. Air mataku masih belum kering, aku tidak tau foto yang aku ambil bagus atau tidak, tapi foto itu akan menjadi momen pertama bagi mereka berdua dan berakhir menjadi repost-an teman teman yang tidak bisa datang di status Whatsapp.
Setelah peristiwa sakral itu, kami semua keluar ke tempat pernikahaan, tentu khusus wanita. (Pernikahan dalam islam memang seharusnya terpisah, antara tamu laki-laki dengan tamu perempuan) teman-teman sekelasnya datang memberikan doa terbaik yang di ajarkan rasul, بَارَكَ اللهُ لَكُماَ وَبَارَكَ عَلَيْكُماَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
Sejenak aku melihat ia dari belakang, yang anggun memakai gamis putih dan kerudung panjang senanda. Bagaimana bisa perempuan yang lahir setahun lebih muda dari padaku yakin memutuskan untuk menikah? Keputusan yang berani sekali, karena menikah bukan hanya tentang bahagia saja. Akan ada berbagai macam emosi di dalamnya, akan banyak prinsip yang teruji, akan ada banyak sekali hal yang menguras hati, dan jika ketaaatan kepada Allah bukan yang paling utama, maka enyahlah semua keberkahan itu.
Semoga mereka menjadi keluarga yang sanikah mawadah warahmah. Yang ideologis, yang melahirkan generasi para penerus Shalahuddin Al Ayubi dan Muhammad Al Fatih, yang menghafal al qur'an menadi perkara yang mudah, semoga Allah meridhoi.
Empat jam aku disana dan sudah saatnya pulang, sebelum pulang bulekku dan paklekku masih menunggu adikku yang sedang makan, aku masih asik bercerita dengan adik kelasku dan sahabatnya, lalu kamu datang bersama temanmu. Ini pertama kali sejak setahun belakangan aku jarang mendengar kabarmu, Aku terdiam lama sekali saat kamu bercerita dengan semangat apa yang menjadi kesibukanmu akhir-akhir ini. Lalu aku tersenyum lama sekali ketika pertanyaan paklekku "sudah ada calon belum?" kamu jawab, "belum"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar