Minggu, 17 Mei 2015

[Giveaway] Untuk Kamu yang mematahkan hati.




 “Is this what love is?

Does it hurt the more you do it?”


Selamat !

            Ku ucapkan selamat karena dirimu telah berhasil membuat hatiku melepuh. Membuat hatiku yang sebelumnya bersih tanpa goresan apapun, kini menjadi penuh dengan perban – perban.


            Awalnya aku tak pernah menyangka akan menyukaimu dalam jangka waktu sepanjang ini. Iya kamu ! Lelaki berwajah teduh yang jarang sekali bersua. Yang seringkali menundukkan pandangan ketika berpapasan denganku.

Saat pertama kali melihatmu, aku hanya berfikir, rasa ini adalah perasaan biasa. Yang bisa saja pergi seiring waktu berlalu. Yang bisa dianggap remeh. Namun, aku sepenuhnya salah ! tanpa sepengetahuanku,  rasa itu ternyata semakin membesar setiap harinya.

Resah sekali rasanya, apalagi jika aku tak sengaja bertatap denganmu. Tanpa banyak bicara, aku langsung mengalihkan pandangan, berpaling dan menjauh sebisa mungkin. Berusaha keras menormalkan detak jantungku yang berkerja lebih cepat dari pada biasanya. Sungguh, mengesalkan. Andai saja aku bisa menghindar dari perasaan ini. Andai.

Siang itu, tepat pertengahan liburan semester. Aku masih ingat betul, kau yang pertama kali memulai percakapan denganku di facebook. Jika kau tau bagaimana ekspresiku,mungkin kau akan tertawa terbahak – bahak. Menertawakan kekonyolanku. Dan jika pula kau tau bagaimana rasa senangnya diriku, seperti ribuan kupu – kupu berterbangan di perutku. Senang, senang sekali.

Beberapa kali aku dan dirimu terlibat dalam sebuah percakapan, kita bercerita seperti sudah saling mengenal sejak lama, dan tak jarang kau membuatku tertawa dengan gurauanmu itu. Wow, bagiku, moment itu adalah moment terlangka dalam hidup.

Aku mulai banyak menyukaimu saat itu, tersenyum senyum saat mengingat dirimu, menulis banyak inisial namamu di buku harianku, dan banyak lagi hal – hal yang sebelumnya aku lakukan, kini menjadi kebiasaan bagiku. I think I really fall in love.

Namun, semua kesenanganku itu tak berlanjut. Hanya bertahan beberapa bulan, dan kau mulai berubah. Menjadi orang lain. Kau tak pernah lagi memulai percakapan denganku. Kau mulai mengacuhkanku. Kau benar – benar bukan dirimu. Kau sangat dingin.

Aku mencoba mendiamkanmu. Aku berfikir, bahwa nanti kau akan kembali menjadi pribadi dirimu yang dahulu. Namun, sekali lagi, dugaanku salah. Kau masih tetap seperti itu.

Hari itu, tepat tiga bulan dirimu menngacuhkanku. Aku yang tidak tahan bergulat dengan perasaanku, bertekad akan menanyakan hal itu kepadamu, sekaligus jujur atas rasa yang tak boleh hadir di hidupku ini.

“Mengapa kau tiba – tiba berubah ?”

“Berubah ? Maksudmu ? Kurasa aku tidak berubah”

Aku menghela nafas panjang, mungkinkah dirimu tak menyadari bahwa dirimu telah berubah ? dengan perasaan tak menentu, aku memainkan kembali jariku untuk membumbuhkan huruf demi huruf untuk membalas pernyataanmu.

“Kau berubah. Tak seperti yang dulu”

“memangnya aku yang dulu seperti apa ?”

Aku memandang nanar jawabanmu. “kuharap kau tau, bahwa aku menyukaimu”
“Maafkan aku. Tapi aku tidak meyukaimu. Aku izin off dulu. Wassalam”

Tes. Air mataku berhasil jatuh hanya karena sederet kalimat sederhana yang dituliskan olehmu. Sakit. Sesak. Kesal. Menjadi satu di dalam hatiku. setelah membuatku banyak berharap padamu, kau mematahkannya dengan sekali hentakan.
Bagus. Bagus sekali.

“Bahkan jika aku seperti ini, apakah kamu mengerti?
Aku ingin menghapus dan mengubahnya kembali
Sekali lagi aku ingin melupakan cinta di masa lalu
Yang menyesatkan dan menipuku”

            Aku menangis semalaman. Merutuki betapa bodohnya aku menyukai orang seperti dirimu. Pemberi harapan palsu. Tapi, sekali lagi, aku mengutuk kembali betapa bodohnya aku. Kau bahkan tak pernah berkata bahwa kau menyukaiku, aku hanya menduga duga, - ah benar, aku yang salah. Aku mungkin yang terlalu berharap kepada dirimu.

            “Orang yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.”
            Kali ini,aku hanya bisa berharap kepada Allah. Tuhan semesta alam. Karena dari segala hal yang telah aku pelajari, Berharap kepada Allah tak akan pernah menuai kata kecewa. Berbeda dengan manusia, yang kadang hanya menuai luka karena harapan palsu.

*****

PS : Tidak semua orang yang kita beri “label” pemberi harapan palsu benar – benar memberikan harapan palsu kepada kita dan semua orang. Cobalah intropeksi diri, mungkin kita lah terlalu berharap dan memunafikkan semua fakta yang ada.



Cerpen ini ditulis untuk mengikuti kompetisi #NulisFiksiPHP dari @iindrapurwana, berhadiah 3 e-book "Rahasia Menulis Kreatif" karya Raditya Dika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

late's fira's gram