Selasa, 05 Mei 2015

Dear Mom ..




“Entah mengapa aku merasa lelah,
Sendirian di kamar sambil memeluk bantal
Aku Meraih ponselku, entah mengapa hari ini
hatiku merasa kesepian”

            Setelah banyak sekali hal yang aku lakukan seharian ini, entah mengapa aku terdiam di sudut kamar. Aku mencoba meraih ponselku, sepi. Bahkan tak ada -barang sedikitpun- pesan atau telepon yang masuk. Hhh ~ aku menghela nafas panjang, sepertinya bukan hanya ponselku saja yang sepi, tapi hatiku juga. 

            Kedua bola mataku terus saja memandang layar ponsel. Berharap ada satu atau dua orang yang menelpon atau berkirim pesan. Walau hanya untuk hal yang sepele sekalipun, pasti tak akan aku sepelekan.


“Tiba-tiba aku dikejutkan dengan dering ponselku
Ibu dengan khawatir menanyakan apakah aku sudah makan
Kalimat yang biasanya menyebalkan itu hari ini terasa berbeda
Aku pun teringat kembali pada janji-janjiku yang terlupa”

            Suara deringan ponsel mengagetkaku. Kulihat siapa yang melepon, Ibuku, atau yang biasa aku panggil dengan sebutan, Ummi. Dengan sedikit malas aku mengangkatnya. “Hallo, Mi ?”

            “Halo, Mbak. Assalamu’alaikum. Bagaimana kabarmu ? baik ?” tanya Ummiku lembut dari ujung telepon.

            “Iya, Mi. Alhamdullillah”

            “Sudah makan, mbak ? pake apa ?”

            Aku terdiam, entah mengapa, mataku berkaca – kaca mendengar pertanyaan Ummi. Itu hanya sebuah pertanyaan yang biasa Ummi tanyakan padaku. Tapi mengapa kali ini terasa berbeda ? tiba – tiba saja aku ingin menangis.

            “hiks .. hiks”

            “kenapa mbak ? kok malah nangis ? mbak ada masalah ? coba cerita sama Ummi.”

            Bukan malah mereda, tangisanku malah semakin menjadi – jadi. Ya Allah, kemana saja aku selama ini, aku mempunyai seorang malaikat tanpa sayap, namun aku malah menyia – nyiakannya.

            Teringat kembali janji – janjiku yang masih belum bisa aku tepati. “mbak akan menjadi seorang penulis, mi” “Mbak akan jadi anak yang paling berbakti” “mbak akan jadi hafidzoh” blaa … blaaa .. Mulianya ummiku, beliau bahkan tak pernah menagih, dan itu membuatku sangat malu saat ini. Malu.

“Aku akan menjadi seseorang yang memiliki hati yang mulia
Menjadi seseorang yang tidak egois
Aku akan menjaga harapan-harapan dari cintamu, ibu
Aku teringat ibu yang menjadi tempatku berbagi mimpi, ibu yang dulu menyisir rambutku”

            “Ummi gak minta apa – apa. Cukup kamu jadi anak sholehah. Itu sudah cukup jadi bekal ummi di akhirat, nanti”

            Air mataku lagi – lagi mengalir deras. “mbak janji gak bakalan egois lagi, mi. gak bakalan marah – marah lagi. Mbak kangen Ummi. Ummi udah jarang nyisirin rambut mbak lagi” ucapku disela tangis.

            “Kan sudah besar, harus bisa mandiri, mbak”

            “Tapi mbak kangen. Mi.”

            “Iya, iya.”

 “Walaupun aku telah membuat pilihan yang salah dan menyakitkan
Kau diam-diam mengawasiku dari belakang
Walaupun aku masih muda dan tak tau apa-apa, kurasa sekarang aku mengerti
Arti di balik doa-doa yang kau panjatkan dalam sepimu”

                “Ummi jangan berhenti doakan mbak ya, biar nanti jadi orang sukses.”

                Ummiku tertawa perlahan, “Ibu mana mbak, yang akan berhenti doakan anaknya ? semua Ibu pasti selalu mendoakan anak mereka,biar sukses. Dunia akhirat”

                “Mi, maaf ya, kalo selama ini mbak sering buat salah. Bikin ummi marah” lagi – lagi krystal yang sepenuhnya aku hapus dari kedua mataku, kini mengalir kembali.

                “Iya, wajar mbak kalo mbak salah. Namanya juga manusia, asal gak diulangi lagi. Itu udah cukup bikin ummi seneng”
               
“Apa yang harus kulakukan? Aku belum memiliki hati yang besar
Dapatkah aku baik-baik saja tanpa menggandeng tanganmu, ibu?
Aku lelah karena kekuranganku masih terlalu banyak”

“Kasih sayang tak bersyarat yang telah kau berikan padaku
Aku berjanji, akan memiliki hati yang sehangat hatimu”

            “Yasudah ummi tutup. Jangan nakal ya, ingat. Allah selalu melihat.”

            “Iyya, mi”

            “Assalamu’alaikum.”

            “eh, Mi …”

            “Ada lagi yang mau diomongin mbak ?”

            Aku tersenyum, “enggak deh mi, wassalamu’alaikum”

            Klik! Telepon ditutup. Aku menghela nafas.

“Aku malu dan tak dapat mengungkapkan
Ibu aku sangat mencintaimu”

            Eomma, Jeongmal Sarangheo..
            Ummi, Aku sangat mencintaimu.



Probolinggo, 05 Mei 2015

Rara Syarifah
"Malam ini, bisakah Ummi datang dalam mimpiku ? mbak merindukanmu"





2 komentar:

  1. Bagus nih tulisannnya. Setelah baca jadi ingat kalau sebagai anak aku sering buat Ibu sebal dan marah. Padahal dalam diamnya seorang Ibu pasti selalu mendoakan anak nya. Ibu adalah sosok seorang malaikat :)

    Oh ya salam kenal. Moga bisa saling berkunjung ya.
    www.cerpen-case.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, terima kasih. iya, bener - bener :) ibu itu sosok seorang malaikat.

      salam kenal juga, iya :))

      Hapus

late's fira's gram