Selasa, 01 Desember 2015

Mbulet





Kita mungkin tidak menyadarinya, tapi dunia ini, berkonspirasi habis2an membuat orang lain agar tidak menjadi diri sendiri, memaksa orang2 agar mengikuti keramaian.

Ukuran sukses misalnya, dunia ini habis2an menerjemahkan bahwa sukses itu adalah: punya pekerjaan hebat, rumah mewah, mobil kinclong, dan semua definisi yang entah sejak kapan disepakati, mungkin sejak jaman dinosaurus dulu. Apakah sukses seperti itu? Kita bisa saja membantahnya, tapi dunia tetap bersekongkol menentukan sendiri definisi yang mereka inginkan, dan orang2 tanpa menyadarinya membebek atas definisi tersebut.


Tampilan fisik, contoh lain lagi, di negeri ini, putih selalu dijadikan standar kecantikan/ketampanan. Tinggi, kriteria berikutnya. Juga hidung mancung, dagu belah, bla-bla-bla. Lantas industri kosmetik menentukan kriteria sisanya, untuk kemudian semua orang dipropaganda habis2an, begitulah definisi kecantikan/ketampanan, diterima saja. Apakah definisi kecantikan ada di kitab suci? Di buku2 firman Tuhan? Tidak ada. Lantas bagaimana manusia punya versi tersebut? Karena sejak kecil mereka bersepakat meletakkan pondasi pemahaman tersebut demikian.

Kita mungkin tidak menyadarinya, tapi ketahuilah, dunia habis2an membuat kita agar sama seperti orang lain, seperti orang kebanyakan. 

Maka sungguh beruntung orang-orang yang memilih untuk menjadi dirinya sendiri. Dia tidak perlu meminjam definisi sukses menurut orang lain, juga tidak perlu menggunakan definisi keren, cantik, tampan, hebat milik orang lain. Karena dia tahu persis, dia punya definisi yang lebih menenteramkan hati. Apakah itu mudah dilakukan? Tidak. Berusaha menjadi diri sendiri, di tengah dunia yang semakin tua, adalah pekerjaan berat. Karena, bahkan orang tua sendiri akan heran ketika melihat anaknya ternyata memilih jalur berbeda.

Terakhir, sebagai penutup catatan pendek ini, apa definisi kebahagiaan menurut dunia? Jawabannya simpel: memiliki segalanya.

Apakah kalian percaya itu definisi terbaiknya? Well yeah, nyaris 100% akan spontan menolak jawaban ini. Tapi hei, lantas kenapa sekejap setelah membaca catatan ini, atau besok paginya, kita justeru sebaliknya, masih terus mengejar dunia? Masih terus merasa kurang, ambisius, masih terus pamer banyak hal, masih ingin menunjukkan betapa hebat hal yang kita miliki?

Itulah kenapa catatan ini dimulai dengan paragraf: Kita mungkin tidak menyadarinya, tapi dunia ini, berkonspirasi habis2an membuat orang lain agar tidak menjadi diri sendiri, memaksa orang2 agar mengikuti keramaian.

*Tere Liye


Comment saya : tidak ada. ya, memang benar kata bang Tere, dunia membuat kita semua sama, dan perbedaan di anggap penyakit. dan semoga kita yang membaca catatan ini bisa merenung, bahwa hidup ini tak melulu soal dunia :')

4 komentar:

  1. Sesuai hukum alam sih menurutku, bahwasanya "yang mendominasi akan menyingkirkan yg minoritas". Ya, mudahnya saja perilaku kita sehari-hari kan juga selalu menginginkan yang terbaik dan karenanya berusaha sekuat mungkin agar menjadi yang terbaik. Dengan demikian, hal-hal yang kita pandang "tidak baik" secara otomatis akan tersingkir dari pilihan. Itulah yang kemudian membuat orang-orang menjadi "seragam" karena sebagian besar memandang suatu hal "tidak baik" kemudian menghindarinya.

    Semisal manusia tidak punya nafsu yang berhubungan dengan hal-hal yang terbaik, bisa jadi keseragaman itu tidak akan mencolok. Satu lagi, bahagia menurut saya bukan memiliki segalanya, tapi bahagia itu berdamai dengan hawa nafsu kita sendiri.

    BalasHapus
  2. assalamualaikum...salam kenal...izin follow blognya y :)

    BalasHapus

late's fira's gram