Jumat, 07 Februari 2020

Kisah Lima Jari




Tulisan ini dibuka dengan perkataan Imam Asy-Syafi’i : “Hayaatul fataa wallahi bil ilmi wattuqa” –Sesungguhnya kehidupan pemuda itu adalah dengan ilmu dan taqwa.

Hehehe, kemarin kalimat itu jadi yel-yel pembuka dari acara training, tapi bermakna banget, jadi saya tulis disini biar ngasih sedikit pengingat aja si. Kehidupan muda kita gak ada gunannya kalo ga punya ilmu sama ketaqwaan. Gitu.



Anyway, kamis kemaren di-amanahi untuk menjadi PJ games acara training di Mesir. Iya, iya cuma games. Tapi kalau dipikir mendalam, kita tidak bisa memukul telak semua ‘games’ hanyalah sekedar ‘games’. Buktinya tuh banyak anak-anak yang rusak otaknya gegara kebanyakan main games. Jadi bisa juga games disebut perubah hidup seseorang di arah kebaikan. Hayo loh! Haha, sebenarnya sih suka aja soalnya yang jadi patner tuh mbak-mbak yang keren banget.

Sebelumnya tuh saya tidak pernah tau kalau main games bisa “penuh makna” seperti ini. Ceritanya kita menggambar 5 jari diatas kertas, lalu kelima jari itu mempunyai arti tersendiri. Seperti jempol adalah kue, telunjuk adalah perisai, jari tengah adalah air mendidih, jari manis krystal, dan terakhir kelingking adalah kitab, ini semua harus di hafal! Jadi, anak-anak membuat kelompok, kemudian berbaris dan menaruh tangan kanan di atas dan tangan kiri di bawah temannya, ini ribet sih jelasinnya kudu praktek, yah intinya menebak jari apa yang diberikan dan orang terakhir dari kelompok harus menebaknya dengan memakai kode.
Dan, seru abis dong :’)

Intinya gimana?
Intinya bukan sama games. Tapi benda-benda yang digambarkan disana. Oke, saya tuliskan satu-persatu ya gengs,

1. Kue.
Kalau suatu ketika kita membeli kue tart dengan ukuran yang besar, kira-kira kita bisa engga memakannya dengan sekali suap? Pasti enggak, sebesar apapun nafsu makan dan se-gemuk apapun kita. Nah, pernah mikir ga si, kadang analogi ini bisa dipakai untuk menganalisis strategi barat untuk memecah-belah umat islam. Kita, yang aslinya adalah satu negara besar di masa lalu mempunyai wilayah yang luas dan membuat barat kerepotan untuk menjajah. Akhirnya, barat memiliki ide brilian, yaitu memotong wilayah yang luas tersebut mengkotak-kotakkannya menjadi beberapa bagian.
Dan boom! Bisa kita lihat dengan mata telanjang kan apa yang menjadi endingnya? Penjajahan mereka sukses.

Jadi, untuk menjadi kuat melawan penjajahan itu adalah bukan dengan latihan fisik semata, tapi juga dengan bersatu. Kita memang diciptakan berbeda, tapi bukankah perbedaan yang dimaksudkan tidak untuk berkata “kamu bukan golonganku!” tapi untuk saling mengenal?

2. Perisai.
Tentu setelah bersatu, kita tidak langsung kuat. Kita membutuhkan sebuah perisai yang mampu melindungi. Siapa kira-kira? Apakah negara-negara saat ini telah mampu melindungi umatnya dan mensejahterakan mereka? atau kah sebaliknya? Negara malah menjadi boomerang untuk para pendukungnya?
Mari kita lihat fakta yang terpampang.
Lalu simpulkan.

3. Air yang Mendidih.
Tau tidak, apa yang menyebabkan uap air menjadi sangat kuat hingga mampu melemparkan tutup besi yang berada di atasnya? Iya betul, Api. Api membuat air di dalam panci melakukan perputaran air sehingga menjadi panas dan mendidih. Analogi ini cocok dengan jamaah islam yang mampu membuat masyarakat selalu bersemangat dalam ajaran islam. Sehingga mereka terus merasa “panas” atau bersemangat untuk terus mempelajari kehidupan islam.

4. Krystal.
Dari semua analogi, saya paling suka analogi ini sih. Krystal itu bagaikan seorang muslim yang ketika pemikiran islam dan perilakunya selaras sehingga menjadikan keimanan mereka mentajasad atau mengkristal. Tau kan kalo kristal itu kuatnya tidak main-main? Ketika di lempar, maka dia tidak gampang pecah dan mahal sekali harganya.
Begitu pula seorang muslim yang keimanannya telah mengkristal dalam dirinya, ketika dihadapkan kepadanya banyak sekali rintangan, keimanannya tetap keras dan tidak mudah goyah.

5. Kitab.
Kitab. Kita itu identik dengan ilmu. Bisa kita lihat sekarang, dalam segala lini masyarakat, banyak sekali manusia-manusia yang bisa di sebut kitabun mutaharikkah, kitab yang bergerak. Loh, kan bagus? Artinya manusia-manusia jama sekarang pandai-pandai. Hmm, apa gunanya pandai kalo semua ilmu yang kita miliki tidak menjadikan kita sebagai pembantu umat? Sebagai manusia yang memikirkan masalah umat? Yang dengan hadirnya kita membawa umat ke level yang lebih tinggi. Tentu sayang sekali.
Pintar saja, tanpa mengerti proses meri’ayah umat.

Selesai.

Iya, saya lama sekali tidak kembali menulis di blog ini sehingga rasanya menjadi kaku dan asing. Tapi semoga tulisan ini setidaknya menghibur jiwa-jiwa pejuang islam yang lelah sehingga tidak merasakan kelelahannya lagi.
Semangat kita!


Kairo, 07 Feb. 2020 15:08 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

late's fira's gram