Jumat, 03 April 2020

[#Menahan Takdir Series] #4 Dengarkan Hatiku



"Semuanya kini, terserah padamu.."


******


[Kayra]

Ini seperti permainan tarik ulur dan aku tidak terbiasa dengan hal yang serba mendadak. Bagaimana bisa dia yang memutuskan untuk meninggalkanku karena tidak mau repot berjuang kini malah berada di garda terdepan. Aku bahkan sempat berpikir semua hanya sebuah candaan sebelum akhirnya Senja memperlihatkan roomchatnya bersama Bunda yang telah terbuka. Bola mataku membulat sempurna ketika membaca satu bubble chat


"... sekalian bunda minta fotonya Kayra ya kak. Akhwat yang mau dilamar Bang Ken. Abang gamau kasih. Bilangnya sih gapunya. Suruh minta ke ka Senja aja katanya"


Ekor mataku melirik Senja yang tersenyum lebar di depanku. Bukannya senang, entah mengapa aku lebih merasa khawatir dan sama sekali tidak percaya. Cerita ini terlalu picisan. Sama seperti novel-novel yang kisah cintanya terlalu bisa di tebak. Seseorang yang tiba-tiba kembali setelah meninggalkan. Pelan, aku mengembalikan handphone hitam merk terbaru itu ke tangan Senja.

"Aku masih belum bisa jawab, Sen. Ini terlalu tiba-tiba. Rasanya baru saja kemarin Keanu memutuskan untuk menjauhiku dan memutus segala interaksi. Sekarang tiba-tiba kamu datang dan memberi kabar kalau Keanu mau serius?"

Rona wajah Senja berubah, "Tapi, Kak..?"

Aku menghela napas panjang, lalu bangkit "Kak Kayra minta waktu ya, Sen? Nanti kaka kabari kalo siap. Ini bukan masalah gampang, perlu pikir panjang. Kaka mau masuk kamar dulu ya"

Aku tersenyum dan membereskan buku-buku di meja dan membawanya masuk kamar. Meninggalkan Nina dan Senja berdua. Entah akan membicarakan apa mereka nanti, aku tidak penasaran. Perasaanku sepenuhnya kalang kabut. Terkejut, heran tidak percaya, takut. Kombinasi yang sempurna.

Perlahan, setelah menutup pintu aku jatuh terduduk. Pikiran Keanu yang mulai gila atau aku yang terlalu lambat untuk mengunyah informasi yang masuk? Dunia memang benar-benar tidak waras. Aku jadi berburuk sangka, apakah memang lelaki sangat mudah meminta wanita untuk menjadi teman hidupnya?

Ini bukan perkara receh.
Tiba-tiba saja aku menjadi sebal sendiri.

***

Kelopak mataku terbuka perlahan setelah mendengar alarm yang berbunyi dari hape di tanganku. Ah, rupanya aku ketiduran. Angka di lockscreen hapeku menunjukkan angka 16:00 pas. Rupanya aku sudah tertidur dua jam. Aku bangkit terduduk dan menatap Nina yang sibuk bolak-balik membaca handphone dan menulis di note. Seperti kebiasaannya, Nina sangat senang mengikuti kelas online. Entah apapun materi yang akan dibahas. SEO, Kepenulisan, Penerbitan, Parenting, Pra-nikah, Medis, Self Healing, Menagement skills, semuannya Nina berminat. Hingga aku tak heran jika wawasannya sangat luas. Bahkan kuakui aku sedikit iri.

"Kenapa dih bengong. Kesambet ntar baru tau rasa lu, kay!"

Nah, ini sisi yang error dari Nina. Rada bar-bar. "Apaan si" balasku rada sewot.

"Udah solat ga lu? Molor muluu. Mentang-mentang mo di lamar. Hu!"

Kesal, aku lempar saja bantal pisang yang berada di bawah kakiku. Dan ya, tepat mengenai sasaran. "Aku lagi ga solat. Jadi temen sewot amat si"

Nina tertawa berbahak-bahak, sebelum akhirnya kita sama-sama terdiam dan sibuk dengan hape masing-masing. Lima menit kemudian aku menatap Nina. "Na, aku mau tanya deh"

"Hm. Ngomong aja gue denger"

"Rada random si. Tapi aku penasaran. Emang kita boleh ngga si baca pdf? Aku heran aja, ini link buat download buku kok disebar begitu entengnya. Aku dulu soalnya pernah anti-pdf gitu. Karena kepo, aku tanya ke temen dulu waktu masih di Indonesia. Hak ciptanya kan milik penulis, kalo penulis ga ridho gimana? Terus dia jawab dalam Islam tuh ga ada hak cipta. Hak cipta hanya milik Allah, gitu. Jadi sebenarnya, itu gimana?" Tanyaku panjang. Aku memang sudah beberapa hari kepo tentang hal ini. Tapi baru saja sempat bertanya hari ini.

Nina menoleh, menghadapku sempurna. "Lo sering baca pdf?"

Aku tersenyum kaku, "kadang sih. Kalo lagi ada buku yang aku pengen banget"

"Yaelah maemunah" Nina melempar boneka pisang balik, "sini gue jelasin. Eh, tapi sepemahaman gue aja nih ya. Lu ntar bisa tanya ke Kak Diah."

Anggukan kepalaku kini jadi jawaban.

"Hm, menurut gue, mending jangan baca pdf deh. Itu masuk bajakan, kan? Lu pernah baca kan status penulis beken yang meng-kritik keras oknum yang menyebarkan link pdf? Karena apa? Karena penulis menghidupi hidup mereka dari buku yang diterbitkan. Terlepas dari sana, ini juga masalah sopan santun dan saling menghargai ini juga berkaitan dengan moral yang baik sebagai manusia dan akhlaq Karimah bagi seorang muslim."

Nina meletakkan hapenya, "memang benar inspirasi datangnya dari Allah, tapi proses penulisan dan penerbitan segala macam juga hasil keringat penulis bukan? Beda kalau kita berbicara jaman dahulu pada saat islam berjaya. Para ulama yang dibayar dengan emas seberat buku yang ia tulis. Kemudian bukunya di sebar dengan bebas. Senangnya, muslim yang hidup pada saat itu sangat mengerti islam. Jadi tak ada celah untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas pada sebuah karya. Sistem sekarang kan tidak begitu. Penuh kecurangan, maka dari itulah, ya sah-sah saja rasanya bagi para penulis untuk protes."

"Dari situ kita paham, jawaban "hak cipta milik Allah" itu ga singkron tau ama fakta dan pertanyaan tadi. Bedakan mana hablumina Allah dan hablumina Nass. Orang yang paham hubungan dia dengan Allah bagaimana otomatis paham bagaimana 'posisi' dia saat berhubungan dengan manusia. Paham gak lu?"

Aku mengangguk-angguk. Keren banget sebenarnya islam mengatur kehidupan manusia. Detail. Kita aja yang sering kali lambar untuk menyadari.

"Oke, maka...."
Perkataanku sepenuhnya terpotong ketika melihat hapeku bergetar dan terlihat potongan kalimat dari potongan pop-up WhatApps. Aku menatap Nina kebas.

"Dari Keanu" lirihku..


"Aku harap kamu mengerti dan percaya. Tapi semuanya sekarang terserah kamu"












Kairo, 03 April 2020 08:56 clt.

1 komentar:

late's fira's gram