Kamis, 21 Maret 2019

Terbiasa tanpamu.





Wah, sudah lama sekali rasanya tidak bersua dengan blog yang sejak sma ini saya perjuangkan ini. Sejujurnya, ada banyak sekali yang saya ingin ceritakan, ada banyak kisah yang terjadi tapi entah mengapa saya bingung bagaimana menuliskannya. Dan seringkali menghantui.

Hari ini, saya putuskan, untuk menulis sedikit demi sedikit kisah dan hikmah yang belum terlupa dari perjalanan saya di negri kinanah.


Terhitung sudah sembilan puluh hari berlalu. Dan saya sudah mengalami beberapa kehilangan. Beberapa harta, dan beberapa rasa. Sebagaimana manusia biasa, saya merasa galau. Kadang menulis keresahan di media sosial, kadang lagi di pendam sendiri. Pernah suatu ketika saya membuat pertanyaan dari fitur q&a yang ada di story instagram, bunyinya : "apa yang kamu lakukan ketika kamu menghadapi kehilangan?"

Bukan apa, dengan mendengar cerita orang lain terkadang bisa membuat pikiran kita sejenak terbuka. Ada banyak balasan masuk, tapi yang membuat saya tertegun adalah jawaban dari teman saya yang sama-sama studi di mesir, : "Kehilangan? Pede sekali. Bukankah apa yang kita miliki sekarang memang bukan milik kita?"

Akhirnya saya menghapus story saya dan memaknai kalimat ini dalam-dalam. Iya ya. Saya sudah banyak membaca kalimat tersebut, tapi kenapa baru bekerja sekarang. Menusuk. Memang, manusia acapkali butuh bukti setelah membaca semua teori tentang kehidupan. Dan, saya termasuk di dalamnya.

Apalah arti sebuah kehilangan, jika yang kita miliki bukanlah milik kita?
Apalah arti sebuah kesakitan, jika yang kita genggam memang harus di lepaskan?

Kehilangan sedikit banyak mungkin akan mempengaruhi ritme hidup kita. Bayangkan saja, yang selalu ada atau seringkali bersama, kini harus menjadi apa apa yang tiada terindra.

Tapi bukankah Allah memang menciptakan semuanya berpasang-pasangan? Ada kedatangan, ada kepergian. Ada kehadiran, ada pula kehilangan. Ada kamu, yaudah ada aku deh.

Eh, gimana gimana.

Jadi maksud saya, kita harus terbiasa dengan rasa kehilangan. Karena memang kehilangan adalah sebuah keniscayaan. Mau berkelit seperti apapun, kehilangan pasti menghampiri.

Lagipula, Bukankah yang sudah menjadi biasa akan menjadi tidak istimewa lagi? Kita hanya harus terbiasa hidup dengan rasa kehilangan agar sakitnya tak lagi menggelegar.

Setelah banyak berlatih, di masa depan nanti, boleh jadi kita bisa memandang sebuah kehilangan seperti kita memandang sebuah kedatangan. Secara alami terjadi. Menangis sedikit, lalu tersenyum yang banyak.

Allah pun sudah mengingatkan bukan, "kamu boleh mencintai sebanyak apapun, tapi ingat, kamu pasti akan berpisah dengannya"

Semoga selalu kuat ya, aku, kamu dan juga kita.





Kairo, 22 Maret 2019 | 06:54 clt.
Fira Syarifah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

late's fira's gram