Senin, 10 Juni 2019

Sembilan tahun yang telah usai

Ada seorang perempuan, yang menyukai seorang lelaki. Lelaki yang terlihat sholeh dan menjaga sedang perempuan ini biasa saja. Sungguh. Perempuan ini menyukai sang lelaki sejak duduk di kelas menengah pertama, tingkat satu. Saat anak laki-laki itu memakai baju kuning. Boleh dibilang cinta pada pandangan pertama. Ah, bukan. Anak umur tiga belas tahun saat itu mana mengerti cinta, mungkin… bisa dibilang, keyakinan pertama kali.
Hari ini, tepat sembilan tahun. Perasaan itu tumbuh dan hadir berubah menjadi keyakinan yang mengakar. Keyakinan bahwa laki-laki itu adalah sosok yang sempurna untuk menjadi teman bertumbuh.
Namun sayang, keyakinan sembilan tahun yang lalu itu kini telah mengikis pelan-pelan.
Karena sosok perempuan itu merasa tidak pernah layak untuk mendampingi sang lelaki. Lelaki yang sangat menjaga, sedang perempuan masih saja tering terjebak dalan semu-nya pergaulan antara lelaki dan perempuan. Lelaki yang tau visi dan misinya, sedang perempuan harus bertatih-tatih mencari impian yang tidak konsisten. Lelaki yang paham apa yang ia perjuangkan, sedang perenpuan masih termehek-mehek di tempat. Apa yang membuat lelaki ini mampu menerima sang perempuan sedang di aekitarnya ada banyak sekali perempuan hebat nan ideologis?
Menginjak dua puluh dua tahun sang perempuan dan dua puluh satu sang lelaki. Perempuan itu ditolak secara sempurna. Tentu, bahkan orang yang hanya mengenal mereka sekilaspun akan menebak hal yang sama.
Perempuan itu terkeok-keok diantara tawanya. Ia mengumpulkan tetes-tetes harapan walau yang sudah tumpah dan hilang entah kemana. Sampai di suatu malam, ia meminta kepada Allah dengan penuh kehati-hatian.
“Ya allah, jika memang dia bukan jodohku, beri aku keikhlasan seluas bumi dan langitmu”
Tak sampai dua puluh empat jam, permpuan itu mendapat balasan dari apa yang ia doakan melalui hal yang ia baca, : bahwa, kita tidak perlu mencari ia yang sempurna untuk membersamai perjalanan kita, carilah seseorang yang mau dan mampu menjadi teman bertumbuh, yang dengan kekurangan dan kelebihannya, kita bisa sama-sama belajar untuk membuat kehidupan yang di ridhoi oleh Allah.
Hati perempuan itu sesak.
Sudah, cukup pengharapan ini sampai disini. Tidak perlu ada lagi perasaan berlebihan yang di munculkan. Perempuan itu telah selesai. Perjalanan sembilan tahun itu telah usai.
Ia mencoba mempertangguh diri, menyibukkan diri dengan ilmu agama, membuat tameng yang kuat untuk menghalangi hawa nafsunya, tidak ada kata cinta sebelum akad. Tidak ada harapan lagi untuk manusia. Allah, mendekat pada Allah sepenuhnya.
Pemantasan diri, agar oleh Allah dipercaya. Setidaknya untuk dititipi dan mendidik generasi peradaban emas umat islam.
Karena ia sadar, hanya Allah lah tempat segala perasaan dan pengharapan bermuara.
Kairo, 10 juni 2019 | 05.47 CLT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

late's fira's gram