Dulu saya adalah penganut aliran kebaperan yang haqiqi, misalnya ketika ada teman yang akan menikah, atau teman yang sudah punya gandengan, saya pasti gelisah sendiri. "Ih, dia enak ya, kemana mana ada yang nganterin" "hapeku sepi, coba aja kalo udah punya pasangan, pasti ada yang bawelin, ada yang perhatian" dan bla bla sejenis.
Tapi, semakin berjalannya waktu, semakin banyak nya manusia-manusia yang saya temui, semakin banyak pula ide-ide cemerlang yang perlahan mengubah titik pemahaman saya mengenai hal tersebut. Cinta itu bukan sesederhana aku cinta kamu, kamu cinta aku, yaudah ayo bareng. No. Gak semudah itu, nak. Banyak yang harus di persatukan. Visi, misi, serta sudut pandang yang senada setidaknya menjadi syarat untuk melangkah ke depan. Dan untuk menyatukan hal tersebut pastilah membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Belum lagi mengenai ilmu yang masih dangkal ini, semakin saya belajar, semakin saya sadar, bahwa saya belumlah apa-apa, belum pro. Bagaimana saya akan mendidik anak saya jika ilmu saya belum memumpuni sedang saya akan menjadi madrasah ula yang mau tidak mau harus menjadi kamus berjalan bagi anak saya? Apalagi anak adalah sebuah investasi yang tidak pernah terputus, bahkan setelah kita meninggal
Maka dari itulah saya kagum dengan orang-orang di sekitar sana atau di luar sana yang dengan berani memutuskan untuk menikah. Keputusan besar yang belum berani saya ambil.
Keputusan besar tentang janji kedua belah pihak dengan Tuhan penguasa alam, Allah.
Lalu, apakah dalam hati saya rasa baper itu langsung hilang? Tidak. Ada kalanya saya baper, meski tidak separah dulu. Bagaimana saya mengatasinya? Dengan mensibukkan diri memenuhi apa yang menjadi target saya. Dengan membenahi diri saya, pemikiran saya, pemahaman saya serta akhlaq saya.
Karena pada akhirnya, bukan anak yang memiliki banyak barang mewah dan hidup foya-foya yang beruntung, akan tetapi anak yang memiliki orang tua dengan pemahaman yang baik, yang bisa menghantarkannya menuju jalan kebaikan yang tidak terputus.
Semakin dewasa saya, semakin saya mencoba melunturkan kebaperan-kebaperan yang tidak selayaknya tersebut dan menembel diri di hadapan Allah. Jika memang dia yang kita harapkan, jangan lupakan Allah, libatkan Allah, selalu.
Toh, sebaik baiknya jodoh Adalah ia yang di pilihkan oleh sang Maha Cinta
Bojonegoro, 15 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar