Kamis, 29 Maret 2018

Opini-nya Fira : Kamu bisa benci aku suatu hari nanti

Maret 29, 2018 0

Malam tadi, sehabis sholawatan saya bercerita dengan teman dekat saya. Saya mengawali cerita saya dengan satu kalimat saja, "ref, kenapa ya, manusia itu mudah sekali berubah" teman saya yang mendengar itu hanya tertawa, "jadi ini yang kamu bilang penting?"
Saya mengangguk "iyalah"
Dia terdiam sebentar, sambil menatap depan "soalnya Allah maha membolak-balikkan hati"

Kali ini saya yang diam "tapi kan manusia punya kuasa buat mengatur perasaannya, ref"

"Tapi Allah yang punya kuasa penuh, makanya kita berdoa kan 'ya muqollibal qulub stabbit qulubuna ala dinnik' ya kan?"

"berarti.." saya berpikir sejenak "kamu bisa benci aku dong suatu saat nanti?"

Dia menggangguk mantap, "ya.. Bisa jadi"

Saya menggagguk paham, kemudian perbincangan kita berlanjut, tentang apa saja, dia tertawa saya juga tertawa, tapi entah pemikiran saya tidak disana bersama dia, pemikiran saya hanya berputar-putar di area depan tadi. Saya jadi bertambah paham, mengapa kita tidak boleh mengharap kepada manusia, mengapa Ali bin Abu Thalib sampai berkata bahwa kepedihan dunia yang menyakitkan adalah berharap pada manusia, karena memang manusia tidak bisa apa-apa. Serba terbatas.

Ustd Hanan Attaki juga pernah berkata dalam salah satu ceramahnya, bahwa jangan pernah berharap kepada manusia, sebaik apapun mereka, se sholeh apapun mereka, sebaik apapun akhlaqnya, setinggi apapun ilmunya, bukan karena apa-apa, tapi mereka adalah manusia, bisa saja mereka ingin memenuhi harapmu, tapi mereka terbatas. Bukan karna tak mau, tapi karna tak mampu. Benar-benar tak sanggup. Karena itulah, kembali kepada Allah. Yang maha kaya.

Dan saya merasa bahwa pengaruh mood manusia adalah berharap tadi. Maka kita seharusnya tau bagaimana meletakkan pengharapan, dalam masalah apapun, akal maupun hati. Karena bukan tidak mungkin hidup kita akan berantakan hanya karna 'berharap' tadi. Karena memang banyak sekali kejadian-kejadian yang di dunia nyata yang memperlihatkan bagaimana hancurnya manusia karena perasaan kecewa karna pengaharapannya tak di penuhi tadi.

Jadi, intinya ya satu. Kembali ke Allah, berharap ke Allah. Tentang segala hal, mengenai apapun.

"Jadi, kamu harus kuat ya, fir"

Aku menoleh, menatap temanku yang baik itu, "iyalah, perempuan harus strong"

"doa yang banyak, apalagi kamu perempuan, calon ibu, doanya dahsyat, di istijabah in syaa allah"

Aku tertawa, mengamini dalam hati, "iya ref, makasih ya"

Dia mengangguk, "siap. Dan ingat ya, jangan deketin yang punya hati, tapi deketin sang pemilik hati"

Aku tersenyum, mengiyakan, dan pamit, undur diri. Dalam hati bertekad akan kembali dengan hati yang baru besok pagi setelah tidur. :)

Bojonegoro, 29 maret 2018

Opini-nya Fira : Tentang Menikah

Maret 29, 2018 0

Dulu saya adalah penganut aliran kebaperan yang haqiqi, misalnya ketika ada teman yang akan menikah, atau teman yang sudah punya gandengan, saya pasti gelisah sendiri. "Ih, dia enak ya, kemana mana ada yang nganterin" "hapeku sepi, coba aja kalo udah punya pasangan, pasti ada yang bawelin, ada yang perhatian" dan bla bla sejenis.

Tapi, semakin berjalannya waktu, semakin banyak nya manusia-manusia yang saya temui, semakin banyak pula ide-ide cemerlang yang perlahan mengubah titik pemahaman saya mengenai hal tersebut. Cinta itu bukan sesederhana aku cinta kamu, kamu cinta aku, yaudah ayo bareng. No. Gak semudah itu, nak. Banyak yang harus di persatukan. Visi, misi, serta sudut pandang yang senada setidaknya menjadi syarat untuk melangkah ke depan. Dan untuk menyatukan hal tersebut pastilah membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Belum lagi mengenai ilmu yang masih dangkal ini, semakin saya belajar, semakin saya sadar, bahwa saya belumlah apa-apa, belum pro. Bagaimana saya akan mendidik anak saya jika ilmu saya belum memumpuni sedang saya akan menjadi madrasah ula yang mau tidak mau harus menjadi kamus berjalan bagi anak saya? Apalagi anak adalah sebuah investasi yang tidak pernah terputus, bahkan setelah kita meninggal

Maka dari itulah saya kagum dengan orang-orang di sekitar sana atau di luar sana yang dengan berani memutuskan untuk menikah. Keputusan besar yang belum berani saya ambil.
Keputusan besar tentang janji kedua belah pihak dengan Tuhan penguasa alam, Allah.

Lalu, apakah dalam hati saya rasa baper itu langsung hilang? Tidak. Ada kalanya saya baper, meski tidak separah dulu. Bagaimana saya mengatasinya? Dengan mensibukkan diri memenuhi apa yang menjadi target saya. Dengan membenahi diri saya, pemikiran saya, pemahaman saya serta akhlaq saya.

Karena pada akhirnya, bukan anak yang memiliki banyak barang mewah dan hidup foya-foya yang beruntung, akan tetapi anak yang memiliki orang tua dengan pemahaman yang baik, yang bisa menghantarkannya menuju jalan kebaikan yang tidak terputus.

Semakin dewasa saya, semakin saya mencoba melunturkan kebaperan-kebaperan yang tidak selayaknya tersebut dan menembel diri di hadapan Allah. Jika memang dia yang kita harapkan, jangan lupakan Allah, libatkan Allah, selalu.

Toh, sebaik baiknya jodoh Adalah ia yang di pilihkan oleh sang Maha Cinta


Bojonegoro, 15 Maret 2018

Selasa, 13 Maret 2018

Hari yang melelahkan

Maret 13, 2018 0
Saat ini aku berjalan sendirian, bagaimana mengatakannya ya, ini perjalanan yang panjang dan aku merasa lelah dan takut. Malam kembali datang dan semuanya gelap. Aku merasa ambigu. Rasa takutnya belum hilang, sedang aku tidak bisa mundur bahkan selangkah saja. Terseok-seok tak beraturan.
Aku menoleh, menatap semua orang yang aku sayangi, yang berada tepat di belakangku. Abi, Almarhumah Ummi, Adik-Adik, Eyang dan seluruh keluargaku yang tersenyum memandangku. Mereka melambaikan tangan. Membiarkanku 'pergi', aku pias, aku berjalan lagi, pelan-pelan.
Detik-detik berlalu, semakin banyak hal berlalu, semakin banyak keadaan yang dialami. Aku semakin dewasa, namun, mengapa definisi dewasa yang bercecer di aliran sungai kehidupanku adalah semakin susah bahagia? Seakan-seakan, semua kecemasan bermuara menjadi satu kesatuan. Sulit sekali memgukir senyum. Sulit sekali mensejajarkan posisi.
Perjalanan ini panjang sekali, dan aku terduduk hampir menyerah. Angin berhembus menerpa wajahku. Buntalan - buntalan air berjatuhan, pelan namun semakin deras. Entah mengapa, semua terasa salah, apakah aku yang terlalu jauh dengan apa yang menciptakan? Dunia yang ku jalani terlalu sesak, perasaan ini juga. Apakah aku harus berhenti? Mencari belokan lain?
"La Tahzan. La Tahzan, innallaha maa ana"
Bukan malah berhenti, aliran dari mataku malah berubah menjadi sungai. Aku sungguh tidak bisa tertawa meski hanya pura-pura. Aku tidak ingin di mengerti, aku tidak ingin menjadi seseorang yang selalu di perhatikan, hanya saja.. Mengapa semua terasa begitu berat? Semua orang mengalami hal yang sama, bahkan banyak yang lebih berat. Jadi, apa yang di hadapanku bukanlah apa-apa. Sekali lagi, aku tidak papa. Benar-benar tidak papa.
Aku ingin berhenti saja.
Atau tidak?
Berhentilah, ku mohon. Manusia-manusia itu mulai lelah dengan bayanganku yang menegak sajak terlalu. Diam-diam. Sebanyak apapun goresan yang aku dapatkan, aku tetap menjadi aku. Dunia juga masih berputar seperti biasanya, manusia juga masih banyak berkedok senyuman indah. Aku takut terlalu peduli, aku takut terlalu menapaki rasa hingga pada akhirnya aku jatuh, menggelinding sendiri. Sedang mereka tertawa melihat kebodohanku.
Sudah banyak aksara yang ku tulis. Tapi mengapa masih sama? Ternyata memang benar, aku tidak sama dengan yang lain, yang bisa dengan mudah melupakan dan mencampakkan. Aku terlalu perasa, itu tidak baik dan aku tidak tau bagaimana harus berhenti.
Aku ingin mencintai diriku sendiri. Seutuhnya.
Karena aku khawatir, akan menjadi beban, untuk orang yang kusayangi. Aku khawatir, aku yang terlalu berlebihan. Aku harus menarik pipi dan bibirku. Selalu. Setidaknya, mencoba untuk menjadi selimut yang nyaman, se melelahkan apapun itu.

Minggu, 11 Maret 2018

Sebuah Kisah di Mumtaza Center, Bojonegoro

Maret 11, 2018 2
Minggu pagi, 11 maret 2018.

Hujan dari pagi mengguyur kota bojonegoro, sejak tahajjud tak berhenti-henti. Hari itu, kami memiliki sebuah acar yang lumayan besar, yakni “Bakti Sosial dan Santunan anak yatim” sekitar 60 anak yatim di undang di dalam acara ini. sejak sehabis subuh, kami sudah bersiap, bau embun yang semerbak entah mengapa membuat pagi itu terasa lebih menyejukkan dari pagi-pagi yang lain.


late's fira's gram