Jumat, 13 Mei 2016

Winter Stories 2 : If your heart’s not in it




(sudut pandang dari lelaki ‘penemu kertas’)



Kita memang pernah saling menyukai. Namun perasaan tersebut bukan lantas membuat kita merasa saling memiliki bukan ?

            Aku mendesah tertahan, kedua pandanganku tak bisa berhenti memperhatikan tetesan air hujan yang jatuh ke tanah. Lihatlah, bagaimana bisa langit begitu ikhlas melepaskan ribuan titik air hujan ? sekali lagi aku mendesah, tangan kananku mengambil kopi hitam yang entah mengapa menjadi minuman favoritku. Mungkin semua ini karena gadis itu.

            Gadis cantik yang aku kenal sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saat itu aku sama sekali tak menyangka jika ia mempunyai perasaan lebih terhadapku. Bagaimana mungkin, ia pintar dan sempurna, sedang aku ? butuh beberapa waktu untukku berfikir dan membalas perasaannya.

            Dahulu, seperti remaja yang lain, aku dan dia seringkali membuat kesalahan. Berkirim surat dan kado, membuat romansa cinta kami sendiri. Akan tetapi dewasa kini, kita sama – sama sadar bahwa Allah, sang pencipta kami tak menghendaki kami berlaku demikian. Akhirnya, aku mulai menjauh. Memintanya untuk membuang dan membakar apa – apa yang dahulu pernah kuberikan padanya.

            Aku melakukan itu bukan untuk melupakannya. Tapi untuk meluruskan jalanku dan dia di hadapanNya. Rasa ini tetap ada. Tidak menghilang, bahkan menambah. Aku hanya memendamnya, menunggu saat – saat yang tepat, pepatah mengatakan bahwa semua akan indah pada waktunya, bukan ? dan aku percaya akan pepatah tersebut.

            Akan tetapi, kenyataan memang tak selalu berbanding lurus dengan khayalan. Aku sama sekali tak menyangka bahwa kau berubah. Bukan sifatmu, namun hatimu. Kau menaruh hatimu kepada lelaki lain, yang dilihat dari segi manapun, mempunyai banyak kelebihan di banding diriku.

            Pluk.

            Suara sebuah benda tumpul yang ternyata berupa gumpalan kertas jatuh tepat di mulut sepatuku. Membuat seluruh pemikiranku tentang gadis itu sempurna menghilang. Aku mengambil kertas itu dan perlahan membukanya. Deretan abjad yang dirangkai begitu indah, perlahan aku mengorbitkan seluruh pandanganku, mencari sang pemilik kertas.

            Pandanganku terpaku kepada seorang gadis berkerudung hijau yang bergegas ingin pulang. Entah mengapa, feelingku mengatakan bahwa ia lah empunya. Perlahan aku mendekatinya.

            “ini milikmu, bukan ?”

            Gadis itu menoleh, terdiam seperkian detik ketika menatap diriku. Lalu dengan gugup ia mengangguk dan mengambil kertas yang berada di tangaku. “Terima kasih” ucapnya lirih sebelum ia berjalan cepat meninggalkanku.

            Aku hanya bisa terheran – heran melihatnya. Namun, entah mengapa aku bersyukur. Bagaimana tidak, dari deretan kata yang ia tuliskan aku sedikit menemukan jawaban atas pertanyaanku. Kenapa hujan begitu ikhlas melepaskan tetesan air hujan ? karena bumi lebih membutuhkan hujan dari pada sang langit. Lalu, kenapa aku harus begitu kecewa saat aku kehilangan gadis itu ? sedang mungkin saja ada seseorang yang lebih pantas untukku ?


            Allah, Sang maha cinta. Mudah saja bagiNya untuk memutar hati manusia. Dan aku percaya itu. 

5 komentar:

  1. Apakah langit benar2 tidak mebutuh kan hujan ? Hingga ia rela sekali melepas kan nya ?
    Hanya karna langit merasa bumi lbh membutuh kan ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. anda benar benar sedang tidak baik ya..
      jadi banyak bertanya.
      tidak apa apa. akan berakhir.

      haha..

      Hapus
    2. kadangkala cinta bisa melakukan hal yang tidak bisa dicerna dengan baik oleh akal :')

      Hapus
  2. hmm... bagaimanalah ini? akupun lelah dengan rasa rasa. lebih baik berpikir.

    BalasHapus
  3. Barangkali ada cerita lainnya di Autumn maupun Summer Stories? Berbeda musim berbeda makna kiasan menyangkut istilah cinta? :)

    BalasHapus

late's fira's gram