Melanjutkakn Postingan Kemaren yang bisa di klik disini. Malam itu kita mulai bakar jagung sekitar jam 10 malam. Suasana nya udah sepi banget, tapi entah kenapa rasanya nyaman. Karena tempat panggangannya Cuma ada satu, kita gantian buat bakar dan setiap ada jagungnya ada yang matang, kita makan bareng – bareng. Rasa kekeluargaannya udah keluar banget, apalagi selalu diselingi canda tawa.
Kita baru
bener – bener selesai dan tidur itu dua jam kemudian, alias tengah malem. Tapi,
gak pernah keluar kata ‘capek’ dari mulut kita, semuanya terasa sangat menyenangkan.
Besok
paginya, kita niatan mau liat matahari terbit, tetapi karena muraja’ah juz 30
nya memakan banyak waktu, kita agak telat gitu liatnya. Gak papa, maybe next
days we can see it. Suasana yang dingin dan segar membuat kita semua gak
ada yang menyia-nyiakan hal tersebut, kita meilih jalan – jalan keliling
perkampungan penduduk. Ada banyak sekali hal – hal baru yang gak pernah kita
temui di asrama. Semuanya hal yang indah untuk di lewatkan.
Jarum jam
menunjukkan angka delapan, sesuai dengan kesepakatan kemaren, sekarang kita
akan menuliskan goal setting dibimbing dengan ustad Hendri, semacam
gambaran kedepan, apa – apa yang ingin kita lakukan/targetkan selama tiga bulan
setelah un. Karena bersifat rahasia dan pribadi, kita akhirnya mencar. Ada yang
di pojok, tengah bahkan di luar mushola.
Eh,
sebelumnya saya belum cerita kalo tepat di samping homestay kita ada
mushola kecil tapi lebar ini, biasanya setiap sore ada anak – anak yang mengaji
disini.
Sekitar jam
Sembilan, setelah makan dan lain – lain, kita di beri tau kalo bakalan naik
keatas/ ke gunung Bromo. tapi karena ada agenda bakti sosial juga dan semua
anak gak bisa ikut, akhirnya di bagi dua kelompoklah kita. Sembilan orang naik
ke atas langsung naik ke mobil dan delapan lainnya jalan buat ke sekolah dasar
yang berada di perbatasan kampung ini. Tapi gak semua sih, saya sama Carin naik
motor hihi, awalnya deg – deg an ya.. karena jalanannya turunan. Tapi, percaya
sajalah sama Carin hehe. Dan pada akhirnya saya naik mobil juga.
Setelah Naik
ke Bromo, ternyata Bromo masih mengalami erupsi. Jadi gak sembarangan orang
yang bisa masuk kesana. Hanya orang – orang yang asli sana, bukan turis. Jadi,
kita Cuma bisa liat Bromo dari jauh. Itupun kita harus pake masker yang
sebelumnya udah dibagikan sama Ustad Arif.
Asli, kita
akhirnya Cuma duduk aja. Gak beberapa lama kemudian, ustad Arif ngajak kita ke
suatu tempat yang pemandangannya bagus banget. Gak jauh sama Bromo emang, tapi
pemandangannya beda banget sama Bromo yang kena erupsi. Tapi, saya sendiri gak
ikut rombongan dan memilih duduk memandangan gunung Bromo yang terus
mengeluarkan asap panas, yang merubah semuanya jadi abu – abu.
Ya, gimana
lagi, saya capek jalan. Haha. Untung ada Iffa, Carin, Pipit sama Tiara yang gak ikut juga.
Akhirnya kita ngombrol sama bapak – bapak asal Tuban yang lagi nunggu anaknya
yang kuliah di IPB datang, beliau bilang anaknya lagi meneliti dan pergi dari
gunung ke gunung lainnya.
Matahari
beranjak naik, waktu siang telah datang. Karena perut juga gak bisa dikompromi,
kita berhenti di suatu warung dan makan bareng – bareng disana. Senang lah
pokoknya, walau wajah sudah tak berupa karena terkena banyak debu, tak masalah
asal semuanya senang !
Dan akhir
yang kita gak tunggu – tunggu tiba, pulang. Yaaa… setiap
ada awal selalu ada akhir bukan ? gak papa. Sekali lagi, gak papa. Berpuluh –
puluh jam yang lalu telah mengajarkan kita banyak hal. J
Rumah, 26 Maret 2016 | Rara Syarifah
-maafkan saya jika di postingan ini
kebanyakan foto hehe
Kalau lagi bebarengan sih isinya cuman bahagia doang, kata "capek"nya, badan pegel-pegelnya pasti baru keluar waktu sendirian dirumah, heheh.
BalasHapuskita gak pernah sendirian, soalnya pulangnya ke asrama. bukan ke rumah. hehe XD
Hapus