“Berharap pun tak kan bisa merubah kenyataan, kau memilih dia”
Aku menghela
nafas panjang, kedua mataku nanar menatap langit – langit kamarku, kemudia
beralih menuju lembaran kertas berwarna biru muda di hadapanku. Lembaran kertas
yang sukses merubah moodku hari ini memburuk. Lembaran kertas yang bertuliskan
nama seseorang yang sama sekali tak kuharapkan dan sama sekali tak inginku
ingat.
Dia dan dia.
Fahri dan Nayla.
Didalam
dadaku rasanya benar – benar ingin meledak. Aku bahkan tak pernah menyangka jika
ending kisahku akan menjadi seperti ini. Semua ini benar – benar tak ada dalam
imajinasiku. Aku selalu berfikir bahwa nantinya aku akan menjadi seorang putri.
Namun, nyatanya aku tak lebih dari seseorang yang telah kalah sebelum
peperangan dimulai.
Akh. Aku
belum siap. Mengapa Allah mengujiku seperti ini ?
Kreek. Pintu
kamar kos ku terbuka, kepalaku reflex mendongak. Seseorang berkerudung coklat
masuk dan tersenyum kearahku. Ia mengangkat sebuah kantung plastic berisikan
kentang goreng, makanan kesukaanku. Tapi, entah. Sepertinya selera makanku
menghilang saat ini. Aku hanya membalas senyuman Titha tanpa niat.
“Udah,
lupain aja.” Ucapnya lirih sambil duduk di sampingku.
Aku
menatapnya tak setuju. “Bagaimana bisa kamu berbicara seperti itu ? temanmu ini
lagi patah hati !” jawabku dengan sedikit ketus.
“Bukannya
selama ini kamu biasa aja ? kamu juga katanya udah move on. Kenapa Cuma gara –
gara selembar kertas ini kamu jadi gini lagi ?”
Mendadak aku
terdiam. Benar. Selama ini aku baik – baik saja. Dan selanjutnya aku harus terus baik
– baik saja pula. “Yah. Kamu benar. Aku terlalu melankolis”
Titha
mengangguk – anggukkan kepalanya pelan, “Yang harus kamu lakukan sekarang itu
adalah focus. Sama mimpimu. Sama mimpi kita.
Di masa depan kita harus sukses. Anggap ini Cuma lemparan kecil.” Titha
menjulurkan kentang goreng dihadapanku, “Mau ?”
“Mau lah” Aku
mengambil kentang goreng yang dijulurkan dan langsung memakannya. “Kamu bener,
Tit. Berharap pun gak bakal nge – rubah kenyataan
kalo Fahri milih Nayla, kan ?”
“Sip. You get the poin !” Aku dan Titha sama –
sama tertawa. “Eh, keluar yuk. Tadi aku lihat diskon di toko buku seberang.”
“Boleh. Yuk.”
Dan pada
akhirnya, aku mengerti. Jika dia bukan jodohku,masih ada dia – dia – dia yang
lain. Untuk apa memusingkannya sekarang. Yang harusnya ku ributkan saat ini
adalah jalan untuk memantaskan diri. Bukan dihadapan jodoh, tapi dihadapan
Allah. Bukan untuk mengharap jodoh tapi mengharap ridho Allah.
Jalan
kesuksesan masih terbentang luas. Tak usah termangu untuk dia yang tak
sempurna. Ada Allah yang maha sempurna. Cintai DIA, maka dapatlah kesempurnaan
cinta, tanpa adanya sakit hati.
Ya. Akhirnya
aku mengerti.
#Aku
Yang telah berhasil move on J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar