“Save your advice, because I won’t
hear. You might be alright, but I don’t care ! There’s a million reason why I
should you give up”
Tahun ke tujuh, lebih tiga hari.
Brak !
Aku melempar kertas – kertas yang berisi
tugas kuliah hari ini. Ku rebahkan badanku di atas kasur. Sejenak, aku menghela
nafas panjang. Entah mengapa, hari ini aku merasa sangat lelah. Lelah jiwa,
raga, pikiran dan hati.
Sekilas aku mengingat lagi hal
tentangnya. Allah ! aku segera menggeleng keras. Sepertinya kelelahanku kali
ini di peralat oleh setan untuk mengingatkanku kepadanya, kepada dia yang
sebelumnya tak kupedulikan lagi.
Dengan cepat, aku mengucap istigfar, lalu
bangkit dan melangkah menuju balkon kamar. Aku membutuhkan udara segar untuk
menjernihkan segelumit fikiranku kali
ini, dan menatap kota Malang dari atas mungkin sedikit banyak bisa membantu.
Drrt ..
Aku menoleh, sedikit malas tanganku
mengambil handphone yang bergetar, panggilan dari .. Fura ? tumben sekali dia
menelpon. Biasanya jika ada perlu, teman sd ku itu hanya mengirim pesan line
atau pesan singkat. Aku segera mengangkat teleponnya. “Assalamu’alaikum ?
tumben nelpon .. “
“Aku ada info .. dengarkan. Ini tentang
lelaki yang beberapa bulan lalu kau ceritakan kepadaku.”
Aku menyergit, heran. “beberapa bulan
yang lalu ? kapan ?”
Fura mengeluh tertahan, “yang kau
ceritakan sambil menangis – nangis itu,loh.”
Perlahan kututup mataku, mencoba
mengingat – ingat ”Ahh, itu. Iya, aku ingat”
“Lelaki itu sekarang berada di resto
yang sama denganku. Dia sedang makan, dengan seorang perempuan.”
“Aku tidak peduli, Fura sayang.” Aku mengomentari
dengan tenang dan perkataan yang mantap.
“Apa ? T .. tapi, ba .. bagaimana bisa ?”
suara Fura terdengar gagap, aku yakin, dia tidak percaya sekarang.
“Bisa, sudah, ya.. waktuku tertalu
berharga untuk mengurusi lelaki semacam dia.” Ucapku lirih. Klik ! aku menutup sambungan telepon secara
sepihak. Aku tidak peduli, benar – benar tidak peduli. Apapun yang terjadi
padanya sekarang, bukan urusanku lagi. Memang aku siapa ?
Aku tersenyum tipis. Namun aku merasa
bahwa ada semacam aliran bening mengalir di kedua pipiku. Ahh, bagaimana aku
bisa menangis demi seseorang yang tak sempurna itu ?
Ini sudah tahun ke tujuh, ini bukan
cinta. Ini adalah kebodohan. Bagaimana bisa aku bertahan dengan kondisi seperti
ini ? Aku benar – benar harus move up sekarang,bangkit, dan merubah segala
pemikiranku tentang dia.
Perasaan ini harus terikat dengan aturan
yang di buat oleh Allah. Perasaan ini bukan alasan untuk memperlemah diri. Cara
paling cepat untuk melupakan adalah tidak melupakan. Aku mengenggam handphoneku
erat, seharusnya aku banyak belajar dari kisah cinta khalifah Umar bin Abdul
Aziz. Bagaimana ia merelakan gadis yang ia cintai,bahkan beliau sendiri yang
menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Walau istrinya memperbolehkannya untuk
menikah lagi.
Cinta terlalu lembut, karena itulah ada
logika untuk mempertegasnya. Cinta itu buta, karena itulah ada logika untuk
menuntun jalannya.
Aku tau dia tak akan kehilangan apa –
apa jika aku menarik rasa ini, jadi, mengapa aku harus ragu untuk melakukan hal
yang tak merugikan siapa – siapa ini ? dengan tegas aku menghapus air mataku, aku harus berubah
Dari diriku teruntuk dirimu.
ayo siapa?
BalasHapusSiapa ? hihi :)
HapusUdah 2015, saatnya Move On :)
BalasHapusiya. betul sih sebenarnya :)
Hapus
BalasHapusCinta terlalu lembut, karena itulah ada logika untuk mempertegasnya. Cinta itu buta, karena itulah ada logika untuk menuntun jalannya.
Aku tau dia tak akan kehilangan apa – apa jika aku menarik rasa ini, jadi, mengapa aku harus ragu untuk melakukan hal yang tak merugikan siapa – siapa ini ? dengan tegas aku menghapus air mataku, aku harus berubah
sudah tahun keempat, semoga aku juga bisa... :)
jalannya sudah sempurna, kenapa harus nggak bisa?
komennya bagussss :) hihi. sama sebenarnya. semoga kita sama - sama bisa ya, fat :)
Hapus